Jumat, 30 Desember 2016

10. PENALARAN

Penalaran adalah sebuah pemikiran untuk dapat menghasilkan suatu kesimpulan.Ketika seseorang sedang menalarkan sesuatu, maka seseorang tersebut akan mendapatkan sebuah pemikiran dimana pemikiran tersebut adalah suatu kesimpulan masalah yang sedang dihadapi. Contoh saja kalau kita sedang berkendara dan terjebak diderasnya hujan, apakah yang akan kita lakukan ? disitulah nalar kita bekerja. Mencari sebuah solusi agar kita bisa terhindar dari derasnya hujan dengan cara memikirkan sesuatu yang bisa dipakai untuk berteduh. Ciri-ciri penalaran :
1. Adanya suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika.
2. Sifat analitik dari proses berfikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

10.1. Ketidakpastian
Ketidakpastian dapat dianggap sebagai suatu kekurangan informasi yang memadai untuk membuat suatu keputusan. Ketidakpastian merupakan suatu permasalahan karena mungkin menghalangi kita dalam membuat suatu keputusan yang terbaik bahkan mungkin dapat menghasilkan suatu keputusan yang buruk. Dalam dunia medis, ketidakpastian mungkin menghalangi pemeriksaan yang terbaik untuk para pasien dan berperan untuk suatu terapi yang keliru. Dalam bisnis, ketidakpastian dapat berarti kerugian keuangan.

Sejumlah teori yang berhubungan dengan ketidakpastian telah ditemukan, diantaranya probabilitas klasik, probabilitas Bayes, teori Hartley yang berdasarkan pada himpunan klasik, teori Shanon yang didasarkan pada peluang, teori Dempester-Shafer dan teori fuzzy Zadeh. Contoh-contoh klasik system pakar yang sukses yang bergubungan dengan ketidakpastian adalah MYCIN yang berguna untuk diagnose medis dan PROSPECTOR untuk eksplorasi mineral.

Banyak kemungkinan dan ketidakpastian menyertai dalam masalah dan solusinya. Ada beberapa sumber dari ketidakpastian, beberapa diantaranya adalah :
1. Masalah
Beberapa masalah meliputi factor-faktor yang oleh sifat mereka, tidak pasti atau acak. Sebagai contoh, dalam pengobatan, penyakit yang sama dapat member gejala yang berbeda untuk pasien yang lain.
2. Data
Beberapa masalah mungkin memiliki batasan yang kurang jelas bagi seseorang. Orang yang menghadirkan masalah mungkin mengetahui beberapa fakta untuk kepastian, menuduh lainnya dan tidak mengetahui lainnya. Angka-angka dan nilai-nilai dapat tidak tepat, ditebak atau tidak diketahui.
3. Pakar
Manusia sering dapat memakai pengetahuan mereka tanpa mengetahui secara eksplisit apa pengetahuan itu sendiri. Mereka mungkin harus meningkatkan secara detail apa yang mereka lakukan dan bagaimana dan tampak tak jelas atau bahkan bertentangan dengan dirinya sendiri.
4. Solusi
Ada beberapa area tertentu dimana tidak terdapat pakar yang diakui. Pakar sendiri mungkin tidak setuju satu sama lain dan tak seorangpun dapat memutuskan solusi yang baik. Domain seperti itu dapat berupa strategi militer.

10.2. Probabilitas dan Teorema Bayes
Dalam teori probabilitas dan statistika, Pengertian Teorema Bayes adalah teorema yang digunakan untuk menghitung peluang dalam suatu hipotesis, Teorema bayes dikenalkan oleh ilmuan yang bernama Bayes yang ingin memastikan keberadaan Tuhan dengan mencari fakta di dunia yang menunjukan keberadaan Tuhan. Bayes mencari fakta keberadaan tuhan didunia kemudian mengubahnya dengan nilai Probabilitas yang akan dibandingkan dengan nilai Probabilitas. teorema ini juga merupakan dasar dari statistika Bayes yang memiliki penerapan dalam ilmu ekonomi mikro, sains, teori permain, hukum dan kedokteran.

Teorema Bayes akhirnya dikembangkan dengan berbagai ilmu termasuk untuk penyelesaian masalah sistem pakar dengan menetukan nilai probabilitas dari hipotesa pakar dan nilai evidence yang didapatkan fakta yang didapat dari objek yang diagnosa. Teorama Bayes ini membutuhkan biaya komputasi yang mahal karena kebutuhan untuk menghitung nilai probabilitas untuk tiap nilai dari perkalian kartesius. penerapan Teorema Bayes untuk mencari penerapan dinamakan inferens Bayes

Misalkan kawan Anda bercerita dia bercakap-cakap akrab dengan seseorang lain di atas kereta api. Tanpa informasi tambahan, peluang dia bercakap-cakap dengan perempuan adalah 50%. Sekarang misalkan kawan Anda menyebut bahwa orang lain di atas kereta api itu berambut panjang. Dari keterangan baru ini tampaknya lebih bolehjadi kawan Anda bercakap-cakap dengan perempuan, karena orang berambut panjang biasanya wanita. Teorema Bayes dapat digunakan untuk menghitung besarnya peluang bahwa kawan Anda berbicara dengan seorang wanita, bila diketahui berapa peluang seorang wanita berambut panjang.
Misalkan:
  • W adalah kejadian percakapan dilakukan dengan seorang wanita.
  • L adalah kejadian percakapan dilakukan dengan seorang berambut panjang
  • M adalah kejadian percakapan dilakukan dengan seorang pria

Kita dapat berasumsi bahwa wanita adalah setengah dari populasi. Artinya peluang kawan Anda berbicara dengan wanita,
P(W) = 0,5
Misalkan juga bahwa diketahui 75 persen wanita berambut panjang. Ini berarti bila kita mengetahui bahwa seseorang adalah wanita, peluangnya berambut panjang adalah 0,75. Kita melambangkannya sebagai:
P(L|W) = 0,75
Sebagai keterangan tambahan kita juga mengetahui bahwa peluang seorang pria berambut panjang adalah 0,3. Dengan kata lain:
P(L|M) = 0,3

Di sini kita mengasumsikan bahwa seseorang itu adalah pria atau wanita, atau P(M) = 1 - P(W) = 0,5. Dengan kata lain M adalah kejadian komplemen dari W.
Tujuan kita adalah menghitung peluang seseorang itu adalah wanita bila diketahui dia berambut panjang, atau dalam notasi yang kita gunakan, P(W|L). Di sini kita menggunakan aturan peluang total. Dengan memasukkan nilai-nilai peluang yang diketahui ke dalam rumus di atas, kita mendapatkan peluang seseorang itu wanita bila diketahui dia berambut panjang adalah 0,714. Angka ini sesuai dengan intuisi awal kita, bahwa peluang kawan kita itu bercakap-cakap dengan wanita meningkat.
Dari contoh di atas kita bisa merumuskan teorema Bayes secara umum.

10.3. Faktor Kepastian (Certainty Factor)
         Faktor kepastian diperkenalkan oleh Shortliffe Buchanan  dalam pembuatan MYCIN. Certanity Factor (CF) merupakan nilai parameter klinis yang diberikan MYCIN untuk menunjukkan besarnya kepercayaan. CF menunjukkan ukuran kepastian terhadap suatu fakta atau aturan. Notasi faktor kepastian adalah :


Dengan:
CF [h,e]                  = faktor kepastian
MB [h,e]                = ukuran kepercayaan terhadap hipotesis h, jika diberikan evidence e (antara 0 dan 1)
MD [h,e]                = ukuran ketidakpercayaan terhadap hipotesa h, jika diberikan evidence e (antara 0 dan 1)
e                              = evidence (peristiwa atau fakta)
h                             = hipotesa (dugaan)
Sebagai contoh, berikut ini adalah sebuah aturan dengan CF yang diberikan oleh seorang pakar:
JIKA batuk
DAN demam
DAN sakit kepala
DAN bersin-bersin
MAKA influensa, CF: 0,7

Metode certainty factor ini hanya bisa mengolah 2 bobot dalam sekali perhitungan. Untuk bobot yang lebih dari 2 banyaknya, untuk melakukan perhitungan tidak terjadi masalah apabila bobot yang dihitung teracak, artinya tidak ada aturan untuk mengkombinasikan bobotnya, karena untuk kombinasi seperti apapun hasilnya akan tetap sama. Misalnya, untuk mengetahui apakah seorang pasien tersebut menderita penyakit jantung atau tidak, dilihat dari hasil perhitungan bobot setelah semua keluhan-keluhan diinputkan dan semua bobot dihitung dengan menggunakan metode certainty factor. Pasien yang divonis mengidap penyakit jantung adalah pasien yang memiliki bobot mendekati +1 dengan keluhan-keluhan yang dimiliki mengarah kepada penyakit jantung. Sedangkan pasien yang mempunyai bobot mendekati -1 adalah pasien yang dianggap tidak mengidap penyakit jantung, serta pasien yang memiliki bobot sama dengan 0 diagnosisnya tidak diketahui atau unknown atau bisa disebut dengan netral.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Certainty Factor
Kelebihan Certainty Factor:
a.     Metode ini cocok dipakai dalam sistem pakar untuk mengukur sesuatu apakah pasti atau tidak pasti dalam mendiagnosa penyakit.
b.     Perhitungan dengan menggunakan metode ini dalam sekali hitung hanya dapat mengelola dua data saja sehingga keakuratan data dapat terjaga.

Kekurangan Metode Certainty Factor :
a.     Ide umum dari pemodelan ketidakpastian manusia dengan menggunakan numerik metode certainty factors biasanya diperdebatkan. Sebagian orang akan membantah pendapat bahwa formula untuk metode certainty factor diatas memiliki sedikit kebenaran.
b.     Metode ini hanya dapat mengolah ketidakpastian/kepastian hanya dua data saja. Perlu dilakukan beberapa kali pengolahan data untuk data yang lebih dari dua buah.
c.     Nilai CF yang diberikan bersifat subyektif karena penilaian setiap pakar bisa saja berbeda-beda tergantung pengetahuan dan pengalaman pakar.

10.4. Teori Dempster-Shafer
          Teori Dempster-Shafer ( DST ) merupakan teori matematika dari evidence. Teori tersebut dapat memberikan sebuah cara untuk menggabungkan evidence dari beberapa sumber dan mendatangkan/memberikan tingkat kepercayaan (direpresentasikan melalui fungsi kepercayaan) dimana mengambil dari seluruh evidence yang tersedia. Teori tersebut pertama kali dikembangkan oleh Arthur P. Dempster and Glenn Shafer.

Dalam sebuah akal yang sempit, definisi teori Dempster-Shafer mengacu pada konsepsi original dari pada teori oleh Dempster dan Shafer. Bagaimanapun, merupakan sebuah teori yang biasa digunakan untuk mendefinisikan akal secara lebih luas dari beberapa pendekatan umum serupa, sebagaimana telah diadaptasi untuk beberapa jenis dari situasi. Pada situasi tertentu , banyak penulis telah menawarkan aturan berbeda untuk menggabungkan barang bukti, biasanya dengan melihat kembali dan menangani konflik barang bukti secara lebih baik.

Teori Dempster–Shafer merupakan generalisasi dari teori Bayesian probabilitas subjektif. Dimana kebutuhan probabilitas yang akan dibutuhkan untuk setiap pertanyaan dari keinginan, fungsi kepercayaan berdasarkan pada tingkat kepercayaan ( percaya diri atau percaya ) untuk sebuah pertanyaan dalam probabilitas untuk sebuah pertanyaan tertentu. Derajat kepercayaan dapat memiliki atau tidak memiliki properti matematika dari probabilitas, berapa banyak perbedaan yang bergantung dari seberapa dekat 2 buah pertanyaan berelasi. Tempatkan di jalur lain, yang merupakan jalur untuk merepresentasikan epistemic plausibilitas, tetapi hal tersebut dapat memberikan hasil jawaban yang kontradiksi dimana dapat dihasilkan menggunakan teori probabilitas.

Melalui yang digunakan sebagai metode dari penggabungan sensor, teori dempster shafer beradasarkan pada dua ide : memperoleh tingkat kepercayaan untuk sebuah pertanyaan dari probabilitas subjektif dimana dapat berdasarkan pada item independent sebuah barang bukti. Dengan esensi, derajat dari kepercayaan dalam sebuah proporsi yang bergantung secara primer daripada jumlah jawaban ( untuk pertanyaan yang berelasi ) yang berisikan proposi. Dan probabilitas subjektif untuk setiap pertanyaan. Dan juga berkontribusi pada aturan dari kombinasi yang merefleksikan asumsi umum mengenai data.

Melalui formalisasi sebuah derajat kepercayaan ( dan juga diferensikan secara umum ) merupakan sebuah representasi sebagai fungsi kepercayaan dari pada distribusi probabilitas Bayesian . Nilai probabilitas diberikan untuk sekumpulan dari kemungkinan daripada sebuah acara tunggal. : melalui perbandingan tersebut ditetapkan dari fakta dimana secara natural menyandikan barang bukti sesuai dengan keinginan dari proporsi.

Kerangka shafer’s dapat memberikan kepercayaan mengenai proposi untuk dapat direpresentasikan sebagai interval, diliputi dengan 2 buah nilai, keperyaan ( atau dukungan ) dan hal yang masuk akal.

belief ≤ plausibility

Kepercayaan dalam hipotesis di konstitusikan melalui jumlah dari masa dari keseluruhan kumpulan dengan (seperti jumlah dari masa untuk keseluruhan subset dari hipotesis ). Merupakan jumlah dari kepercayaan dimana secara langsung mendukung sekumpulan hipotesis yang diberikan terakhir, membentuk dasar. Kepercayaan ( biasanya dinotasikan dengan Bel ) mengukur kekuatan dari barang bukti dalam kesukaan dari sekumpulan atau proporsi. Memiliki rentang antara 0 ( mengindikasikan tidak ada barang bukti ) sampai 1 ( yang menunjukan kepastian ). Hal yang masuk akal merupakan 1 dikurangi jumlah dari masa dari semua kumpulan masa untuk seluruh kumpulan yang berinterseksi dengan hipotesis adalah kosong.

Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan evidence dalam mendukung suatu himpunan proposisi. Jika bernilai 0 maka mengindikasikan bahwa tidak ada evidence, dan jika bernilai 1 menunjukkan adanya kepastian. Dimana nilai bel yaitu (0-0.9).
Plausibility (Pl) dinotasikan sebagai : Pl(s) = 1 – Bel (-s) Plausibility juga bernilai 0 sampai 1. Jika yakin akan-s, maka dapat dikatakan bahwa Bel(-s)=1, dan Pl(-s)=0.

Contoh :
Diketahui nilai belief  adalah 0,5 dan nilai plausibility adalah 0,8 untuk proposisi “the cat in the box is dead”
Bel = 0,5
Fakta yang mendukung proposisi tersebut memiliki nilai kepercayaan sebesar 0,5
Pl = 0,8
Fakta yang melawan proposisi tersebut hanya memiliki nilai kepercayaan sebesar 0,2

Pada teori Dempster-Shafer dikenal adanya frame of  discernment (θ) yaitu semesta pembicaraan dari sekumpulan hipotesis. Nilai probabilitas densitas (m) mendefinisikan elemen-elemen θ  serta semua subsetnya. Jika θ berisi n elemen, subset dari θ adalah 2n
Merupakan sebuah batas atas dari kemungkinan dimana hipotesis dapat menjadi benar. Dapat memungkinkan menjadi kondisi dari sistem menuju nilai yang diinginkan, dikarenakan terdapat banyak barang bukti, dikarenakan terdapat banyak barang bukti yang kontradiksi hipotesis. Plausability ( hal yang masuk akal ) didefinisikan sebagai Pl(s) = 1 – Bel ( ~s). juga memiliki rentang dari 0 sampai 1 dan mengukur tambahan dimana setiap barang bukti merupakan selera dari ~s merupakan ruang diluar dari pada s.

Tabel Probabilitas
Hypothesis
Mass
Belief
Plausibility
Null (neither alive nor dead)
0.0
0.0
0.0
Alive
0.2
0.2
0.5
Dead
0.5
0.5
0.8
Either (alive or dead)
0.3
1.0
1.0



DAFTAR PUSTAKA:


9. INFERENSI DALAM LOGIKA ORDER PERTAMA

9.1 Mengubah inferensi order pertama menjadi inferensi proposisi

Inferensi pada logika proposisi dapat dilakukan dengan menggunakan resolusi. RESOLUSI adalah suatu aturan untuk melakukan inferensi yg dapat berjalan secara efisien dalam suatu bentuk khusus yg disebut  Conjunctive Normal Form (CNF).
         CNF ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
        Setiap kalimat merupakan disjungsi literal
        Semua kalimat terkonjungsi secara implisit
         Dua atau lebih proposisi dapat digabungkan dengan menggunakan operator logika :
            a. Negasi         : Ø (NOT)
            b. Konjungsi    : Ù (AND)
            c. Disjungsi     : Ú (OR)
            d. Implikasi     : ® (IF-THEN)
            e. Ekuivalen    : Û
         Operator NOT             : digunakan untuk memberikan nilai negasi (lawan) dari pernyataan yang telah ada.
         Langkah-langkah mengubah kalimat ke dalam bentuk CNF, sebagai berikut :
    > hilangkan implikasi dan ekuivalensi
               mis.  X ® Y menjadi  ØX Ú Y (hukum implikasi)
                          X Û Y menjadi (X=>Y) Ù (Y=>X) (hukum bi-implikasi)
                                                   (ØX Ú Y)Ù(ØY Ú X) (hukum implikasi)
    > kurangi lingkup semua negasi menjadi satu negasi saja
       mis. Ø(Ø X) menjadi X (hukum negasi ganda)
                         Ø(X Ú Y) menjadi (ØX Ù ØY) (hukum de’Morgan)
                         Ø(X Ù Y) menjadi (ØX Ú ØY) (hukum de’Morgan)
> gunakan aturan assosiatif dan distributif untuk mengkonversi menjadi conjunction of    disjunction
       mis.  Assosiatif : (A Ú B) Ú C = A Ú (B Ú C)
   Distributif : (A Ù B) Ú C = (A Ú C) Ù (B Ú C)
           
         Algoritma Resolusi
            Input   : serangkaian clauses yang disebut axioma dan tujuannya.
            Output :uji apakah tujuan diturunkan dari axioma
            Begin
            1. Kembangkan serangkaian pernyataan axioma termasuk tujuan yang dinegasikan
            2. Representasikan tiap elemen statemen ke dalam Conjunctive Normal Form (CNF)
                berdasarkan langkah-langkah berikut :
Ø  Hilangkan operator “if-then” dengan  operasi  NEGATION dan OR berdasarkan hukum logika
         Algoritma Resolusi
            Input : serangkaian clauses yang disebut axioma dan tujuannya.
            Output :uji apakah tujuan diturunkan dari axioma
            3. Repeat
a. Pilih dua clauses mana saja dari S, sehingga satu clause berisi literal yang dinegasikan dan clause yang lainnya berisi literal positif yang berhubungan (literal yang tidak dinegasikan)
b. Pisahkan dua clauses ini dan panggil clause yang dihasilkan (resolvent). Hapus parent clause dari S.
            Until sebuah clause null dihasilkan atau tidak ada progress lebih lanjut yang bisa dibuat

            4. Jika sebuah clause null dihasilkan, maka “tujuan terbukti” atau Pernyataan “valid”


9.2. Unifikasi

Unifikasi adalah usaha untuk mencoba membuat dua ekspresi menjadi identik (mempersatukan keduanya) dengan mencari substitusi-substitusi tertentu untuk mengikuti peubah-peubah dalam ekspresi mereka tersebut. Unifikasi merupakan suatu prosedur sistematik untuk memperoleh peubah-peubah instan dalam wffs. Ketika nilai kebenaran predikat adalah sebuah fungsi dari nilai-nilai yang diasumsikan dengan argumen mereka, keinstanan terkontrol dari nilai-nilai selanjutnya yang menyediakan cara memvalidasi nilai-nilai kebenaran pernyataan yang berisi predikat. Unifikasi merupakan dasar atas kebanyakan strategi inferensi dalam Kecerdasan Buatan. Sedangkan dasar dari unifikasi adalah substitusi.
Suatu substitusi (substitution) adalah suatu himpunan penetapan istilah-istilah kepada peubah, tanpa ada peubah yang ditetapkan lebih dari satu istilah. Sebagai pengetahuan jantung dari eksekusi Prolog, adalah mekanisme unifikasi.
Aturan-aturan unifikasi :
1.     Dua atom (konstanta atau peubah) adalah identik.
2.     Dua daftar identik, atau ekspresi dikonversi ke dalam satu buah daftar.
3.     Sebuah konstanta dan satu peubah terikat dipersatukan, sehingga peubah menjadi terikat kepada konstanta.
4.     Sebuah peubah tak terikat diperssatukan dengan sebuah peubah terikat.
5.     Sebuah peubah terikat dipersatukan dengan sebuah konstanta jika pengikatan pada peubah terikat dengan konstanta tidak ada konflik.
6.     Dua peubah tidak terikat disatukan. Jika peubah yang satu lainnya menjadi terikat dalam upa-urutan langkah unifikasi, yang lainnya juga menjadi terikat ke atom yang sama (peubah atau konstanta).
7.     Dua peubah terikat disatukan jika keduanya terikat (mungkin melalui pengikatan tengah) ke atom yang sama (peubah atau konstanta).

9.3. Generalized Modus Ponens (GMP)

Kaidah dasar dalam menarik kesimpulan  dari dua nilai logika tradisional adalah modus ponens, yaitu kesimpulan tentang nilai kebenaran pada B diambil berdasarkan kebenaran pada A. Sebagai contoh, jika A diidentifikasi dengan “tomat itu merah” dan B dengan “tomat itu masak”, kemudian jika benar kalau “tomat itu merah” maka “tomat itu masak”, juga benar. Konsep ini digambarkan sebagai berikut:

premise 1 (kenyataan)       
:
x adalah A,
premise 2 (kaidah)             
:
jika x adalah A maka y adalah B.
Consequence (kesimpulan)
:
y adalah B.

Secara umum dalam melakukan penalaran, modus ponens digunakan dengan cara pendekatan. Sebagai contoh, jika ditemukan suatu kaidah implikasi yang sama dengan “jika tomat itu merah maka tomat itu masak”, misalnya “tomat itu kurang lebih merah,” maka dapat disimpulkan “tomat itu kurang lebih masak”, hal ini dapat dituliskan seperti berikut:

premise 1 (kenyataan)       
:
x adalah A’,
premise 2 (kaidah)             
:
jika x adalah A maka y adalah B.
Consequence (kesimpulan)
:
y adalah B’.

Dengan A’adalah dekat ke A dan B’adalah dekat ke B. Ketika A, B, A’ dan B’adalah himpunan fuzzy dari semesta yang berhubungan, maka penarikan kesimpulan seperti tersebut dinamakan penalaran dengan pendekatan (approximate reasoning) yang disebut juga dengan generalized modus ponens (GMP).

9.4. Rangkaian Forward dan backward

Forward chaining merupakan metode inferensi yang melakukan penalaran dari suatu masalah kepada solusinya. Jika klausa premis sesuai dengan situasi (bernilai TRUE), maka proses akan menyatakan konklusi. Forward chaining adalah data-driven karena inferensi dimulai dengan informasi yang tersedia dan baru konklusi diperoleh. Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang lebar dan tidak dalam, maka gunakan forward chaining.
Contoh :
Terdapat 10 aturan yang tersimpan dalam basis pengetahuan yaitu :
R1 : if A and B then C
R2 : if C then D
R3 : if A and E then F
R4 : if A then G
R5 : if F and G then D
R6 : if G and E then H
R7 : if C and H then I
R8 : if I and A then J
R9 : if G then J
R10 : if J then K

Fakta awal yang diberikan hanya A dan E, ingin membuktikan apakah K bernilai benar. Proses penalaran forward chaining terlihat pada gambar dibawah :



  
Backward Chaining
Menggunakan pendekatan goal-driven, dimulai dari harapan apa yang akan terjadi (hipotesis) dan kemudian mencari bukti yang mendukung (atau berlawanan) dengan harapan kita. Sering hal ini memerlukan perumusan dan pengujian hipotesis sementara. Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang sempit dan cukup dalam, maka gunakan backward chaining.
Contoh :
Seperti pada contoh forward chining, terdapat 10 aturan yang sama pada basis pengetahuan dan fakta awal yang diberikan hanya A dan E. ingin membuktikan apakah K bernilai benar. Proses penalaran backward chaining terlihat pada gambar berikut :





DAFTAR PUSTAKA:

https://diskusikuliah.wordpress.com/2010/10/18/forward-chaining-dan-backward-chaining/